Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pintar Teori Dan Praktek

Pintar Teori Dan Praktek


Dalam kehidupan sehari-hari, tentu kita sudah sering mendengar orang yang jago dalam hal berteori. 


Antara Teori dan Praktek

Ada juga yang lihai dalam berpraktik. Selain itu, kita juga mendapatkan seseorang yang jago berteori, pun juga lihai dalam praktik. Yang ketiga ini merupakan tipologi manusia yang hebat, menurut saya. Namun, tipe orang yang ketiga ini, tidak terlalu banyak kita saksikan. Justru, yang banyak kita saksikan adalah orang yang jago dalam berteori (berbicara), namun minim dalam praktik. Bahkan, ada juga yang lihai dalam berargumen, namun sama sekali tidak ditindaklanjuti atau dibarengi dengan praktik. Istilahnya, "tong kosong nyaring bunyinya."
Kita bisa lihat di berbagai kegiatan. Misalnya, di sebuah organisasi. Ada saja yang pintar berbicara, namun hanya berbicara saja tanpa dilaksanakan. Ini biasanya muncul ketika ada semacam rapat atau sejenisnya. Ide-ide yang dikeluarkannya sangat hebat dan brilian, namun ide-ide tersebut tidak pernah ia laksanakan. Barangkali, ini juga sangat cocok dengan satu ungkapan dalam bahasa Inggris, yaitu no action talk only (NATO).
Di kehidupan masyarakat juga, sering kita saksikan orang yang "berceramah" atau berbicara bak orator ulung, namun semuanya hanya omong kosong belaka. Ia hanya menyuruh orang lain untuk melakukan ini dan itu, namun ia sendiri sama sekali belum pernah melakukannya. Orang lain yang disuruh dan diperintah, sementara ia sendiri tidak pernah melakukannya, mungkin juga ia melanggarnya.
Saya jadi teringat dengan salah satu ungkapan yang dikatakan oleh salah satu orang yang paling berpengaruh di dunia, yaitu Mahatma Gandhi. Beliau pernah berkata: "satu ons praktik lebih berharga daripada satu ton teori." Bila kita menggunakan rumus matematika, maka 1 ton = 10.000 ons. Dari perhitungan sederhana ini, jelas sekali perbandingan adalah 1 berbanding 10.000. Artinya, bahwa satu kali praktik lebih baik dan berharga daripada sepuluh ribu kali teori. Begitu dahsyatnya praktik, sehingga Mahatma Gandhi pun berkata demikian.
Abdurrahman bin Amr bin Yahya Al-Auza'i atau yang biasa dikenal dengan Imam Al-Auza'i pernah berkata, "bahwa sesungguhnya orang mukmin itu sedikit ngomong dan banyak kerja (amal), sedangkan orang munafik banyak omong dan sedikit kerja." Ngeri memang, bila kita memaknai perkataan Imam Al-Auza'i tersebut. Sungguh rugi memang, bila seseorang hanya pandai dan jago berteori (berbicara), namun minim dalam implementasi (praktik). Apalagi sampai mulutnya hanya berbusa saja, tanpa ada realisasi sama sekali dari apa yang dibicarakannya. Sungguh, merugilah orang itu.
Semoga kita semua bisa menjaga mulut kita dalam berbicara. Kita usahakan apa pun yang kita bicarakan, tidak hanya omong kosong belaka. Kita usahakan, apa pun yang kita katakan bisa kita realisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Jangan sampai kita hanya pandai berbicara, namun tidak pandai atau minim dalam bekerja(praktik). Lebih baik kita sedikit bicara, namun banyak bekerja (praktik). Ini menurut saya, jauh lebih baik.
Ini perumpamaan saya saja. Teori itu saya ibaratkan seperti tulang punggung dan tulang kerangka lainnya. Sedangkan praktek itu seperti perangkat tubuh lainnya seperti otot, otak, syaraf, kulit, panca indera dan seterusnya. Kerangka atau teori sangat dibutuhkan sebagai landasan kekuatan. Tanpa kerangka yang kuat, sekuat apapun tubuh, tidak akan ada staminanya. Tubuh sangat rapuh dan akan mudah patah. Sebaliknya kerangka saja tanpa perangkat lainnya hanya akan diam saja tidak bisa bergerak. Demikian juga tanpa kemampuan mempraktekkannya, maka teori tinggallah teori saja. Dalam hal perbandingan kuantitasnya, jumlah variasi kerangka jauh lebih sedikit dibandingkan dengan perangkat tubuh lain. Demikian juga dengan teori yang bisa distandarisasi dan dipelajari dengan relatif lebih mudah. Tapi praktek, sangatlah bervariasi dari satu orang ke orang lain, seperti juga bentuk tubuh dan bentuk wajah manusia yang sangat banyak dan unique. Inilah sebabnya biarpun seseorang mendapatkan teori yang sama, tapi dalam prakteknya bisa jadi sangat berbeda. Yang pasti, agar tubuh sehat maka baik kerangkanya maupun perangkat  tubuh lainnyapun harus kuat dan sehat. Jika dikaitkan dengan kondisi negara kita ini, maka jelas banyak sekali orang-orang yang pandai berteori di negeri ini. Ini jelas bisa dilihat di acara-acara debat yang bertebaran di televisi. Ataupun artikel-artikel di media massa, bahkan ceramah-ceramah keagamaanpun penuh dengan teori-teori yang bagus-bagus. Tapi bagaimanakah dengan prakteknya? Jika ada begitu banyak orang pandai di negeri ini maka bisa diharapkan bahwa negara ini bisa segera menjadi negara yang maju. Atau minimal bebas korupsi. Tapi kenyataannya adalah bahwa biarpun banyak yang berteori tentang memajukan negara ini, kemajuan negara ini terhitung sangat lambat, bahkan cenderung ketinggalan jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Biarpun banyak bermunculan teori anti korupsi, tetap saja korupsi menjadi ciri khas negeri ini. Antara teori dan praktek, antara harapan dan kenyataan, terdapat gap yang sangat besar. Contoh lain yang legendaris adalah kemampuan bangsa ini untuk membuat proyek-proyek baru, tapi sama sekali tidak punya kemampuan untuk memelihara kelangsungan proyek itu. Sehingga semua akhirnya kembali ke awal lagi, ke awal lagi. Proyek baru lagi, proyek baru lagi. Tidak pengembangan yang berkesinambungan. Akhirnya bangsa ini hanya jalan di tempat saja. Semua atas nama uang baru, dan bagi-bagi rejeki baru. Itu di level atas. Di level bawahpun tak kalah mirisnya. Rakyat kecilpun lebih fokus ke bikin anak baru. Sama sekali tidak mempedulikan bagaimana cara memelihara anak ini kelak. Maka anak-anak miskinpun banyak bermunculan. Bukan hanya miskin finansial, tapi juga miskin moral. Kembali ke masalah banyaknya orang pintar di negeri ini. Maka beginilah analisa sederhananya kira-kira:
  • Hampir semua ahli teori tidak pandai dalam hal prakteknya, atau
  • Hampir semua ahli praktek kurang kuat landasan teorinya, atau
  • Sebenarnya ahli teori juga ahli praktek, akan tetapi antara teori dan prakteknya sama sekali nggak nyambung atau tidak mampu menyambungkannya, atau
  • kemungkinan lainnya????
Yang jelas antara teori dan praktek ada missing link-nya atau ada faktor x-nya, sehingga teori tidak bisa dipraktekkan, atau lain di teori lain pula di prakteknya. Jadi yang kita perlukan saat ini bukanlah orang-orang yang pandai berteori saja, tetapi orang-orang yang bisa mempraktekkan teori tersebut menjadi kenyataan. Contoh: para ahli hukum selalu bersikeras bahwa teori hukum di negeri ini sudah ideal, sudah bagus, tapi kenyataannya kita tahu seperti apakah penerapan hukum di negeri ini. Atau para ahli pemerintahan yakin bahwa sistem pemerintahan kita sudah bagus, tapi kenyataan siapapun yang masuk ke sistem pemerintahan tersebut pasti akan menjadi berubah biarpun dulunya dia orang baik-baik. Belum lagi mengenai janji-janji. Dari dulu janji-janji hanyalah tinggal janji, karena kebanyakan janji-janji tersebut terlalu muluk-muluk, tidak realistis, hanya sekedar mencari simpati dan pencitraan saja. Mungkin kalau perlu dibuatkan saja sayembara di negeri ini dengan hadiah besar ratusan juta rupiah atau milyaran rupiah untuk mencari apakah sebenarnya missing link itu atau apakah faktor x itu, sehingga susah sekali mempraktekkan teori di negeri ini agar bisa menjadi kenyataan. Agar teori tidak hanya berhenti di teori, tetapi benar-benar bisa menjadi kenyataan. Banyak orang pandai di negeri ini, tapi jelas kelihatannya kepandaian itu tidak dimanfaatkan secara tepat pada tempatnya. Harus ada perubahan sistem yang mendasar di negeri ini. Misalnya, selama ini susah untuk mengukur kinerja dari aparat pemerintahan di lapangan. Jika ada aparat yang kinerjanya rendah dalam melayani masyarakat, maka sulit untuk diberikan sanksi. Ini karena yang bisa memberikan sanksi adalah atasannya langsung. Biasanya akan ada simbiosis mutualisme antara atasan-bawahan yang ujung-ujungnya merugikan masyarakat. Maka harus dibuatkan sistem agar masyarakat bisa langsung memberikan sanksi kepada aparat yang tidak baik kinerjanya. Misalnya jika ada korban karena jalan berlubang, atau karena drainase yang tidak tertutup, maka masyarakat bisa langsung menuntut dinas yang terkait. Bahkan kalau bisa sampai ke menuntut petugas polisi yang ketahuan sedang merokok pada saat melaksanakan tugasnya di lapangan. Demikianlah kira-kira salah satu bentuk dari perubahan sistem yang mendasar tersebut. Agar bisa mengikis habis faktor x yang menghalangi harapan dengan kenyataan. Agar teori dan praktek bisa menjadi satu kesatuan berkesinambungan.
Terkadang pernah dengar, pelajari teorinya baru bisa praktek, ada juga yang bilang praktek dulu baru mengerti bagaimana teorinya. Nah, lalu bagaimana?

Teori sangat membantu praktek. Lalu, teori itu sebenarnya datang dari praktek.

Teori-teori seperti fisika, kimia, dan biologi semuanya datang dari praktek orang, baik pengalaman, percobaan atau pengamatan. Hasilnya dicatat dan jadilah teori. Jadi aneh jika ada orang yang anti dengan teori dan lebih memilih praktek saja, padahal teori berawal dari praktek. Jika hanya mengandalkan praktek saja, artinya saat pergi ke Surabaya misalnya, kita mencari jalan sendiri. Mungkin kita akan pergi ke selatan. Mungkin akan membuat jalan baru. Bukankah itu pemborosan? Tetapi dengan teori akan lebih mudah. Saat sudah tahu teorinya bahwa ke Surabaya itu harus ke arah timur, jalan apa saja yang ditempuh, berapa harus bawa uang untuk membeli bensin dan makanan, dimana letak tempat istirahat dan sebagainya akan mempermudah perjalanan pergi ke Surabaya, meski pada kenyataannya akan ada perbedaan. Itu bisa terjadi.

Contoh lain adalah orang sering mengatakan IPK bukan satu-satunya jaminan bagi kesuksesan seorang sarjana. Banyak kita temui sarjana yang menganggur atau gagal mengatasi banyak kendala kerja, padahal berasal dari institut atau universitas bergengsi dengan IPK lebih dari memadai. Mungkin mereka terlampau asyik dengan teori, sehingga melupakan praktek atau sebaliknya.



Kalau waktu habis dipakai belajar teori sama dengan rugi. Kebanyakan teori sudah tidak sesuai dengan praktek di lapangan. Bayangkan, kalau selama kuliah atau belajar hanya sibuk menghafal teori, tanpa praktek riil sedikitpun pasti sulit menghadapi dunia kerja dan kebingungan.

Namun demikian, selain praktek wirausaha dan organisasi, penguasaan teori yang salah satunya diindikasikan dengan nilai akademik atau indeks prestasi pun tidak bisa dikesampingkan atau bobotnya dianggap rendah begitu saja. Justru selagi menjadi pelajar adalah waktu yang tepat untuk mengembangkan kemampuan melalui studi di bangku kuliah itu sendiri.

Artinya, jika teori dan prektek itu berbeda, itu sangat wajar. Meski tidak selamanya berbeda. Atau jika dilihat secara umum sebenarnya tidak ada perbedaan. Meski teori dan praktek itu berbeda, teori tetap akan mempermudah perjalananan kita. Termasuk perjalanan meraih sukses.

Yang perlu kita pahami adalah teori bukan segala-galanya untuk meraih sukses, tetapi teori akan mempermudah meraih sukses. Yang salah adalah jika teori saja tanpa praktek. Begitu juga sebaliknya praktek saja tanpa teori. Yang benar adalah harus seimbang antara teori dan praktek.

Semoga bermanfaat!


Buka juga :

Post a Comment for "Pintar Teori Dan Praktek"